Senin, 24 September 2012

FRS AKHWAT A

STANDAR PELAYANAN FARMASI
DI RUMAH SAKIT


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan promotif, pencegahan penyakit preventif, penyembuhan penyakit kuratif, dan pemulihan kesehatan rehabilitatif, yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi
pasien.
B.     Pelayanan Farmasi
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.




BAB II
A.    Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan di fungsikan oleh berbagai kesatuan  personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2004).
Sekarang ini rumah sakit adalah suatu lembaga komunitas yang merupakan instrumen masyarakat. Ia merupakan titik fokus untuk mengkoordinasi dan menghantarkan pelayanan penderita pada komunitasnya. Berdasarkan hal tersebut, rumah sakit dapat di pandang sebagai suatu struktur terorganisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta fasillitas fisik ke dalam suatu sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dulu rumah sakit di anggap hanya sebagai suatu tempat penanganan penderita tetapi sekarang rumah sakit di anggap sebagai suatu lembaga yang giat memperluas layanannya kepada penderita dimanapun lokasinya, misalnya rumah sakit memberikan layanannya kepada penderita rawat inap dan ambulatori di dalam rumah sakit itu sendiri, di klinik, di ruang gawat darurat, sentra pelayanan darurat, praktik dokter di rumah sakit, pelayanan dalam Puskesmas, dalam klinik komunitas, dan dalam fasilitas pelayanan yang diperluas seperti rumah rawatan (nursing home), baik yang berafiliasi ataupun milik rumah sakit, serta di rumah penderita yang memerlukan layanan perawatan kesehatan (Siregar, 2004).
B.     Klasifikasi Rumah Sakit
Suatu sistem klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk   memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, pemilik dan kapasitas tempat tidur. Disamping itu, agar dapat mengadakan evaluasi yang lebih tepat untuk suatu golongan rumah sakit tertentu.
Rumah Sakit dapat diklasifikasikan derdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut :
a.    Kepemilikan
b.    Jenis pelayanan
c.    Lama tinggal
d.   Kapasitas tempat tidur
e.    Afiliasi pendidikan
f.     Status akreditasi
a.    Klasifikasi Bardasarkan Kepemilikan.
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah. Di negara kita ini, rumah sakit pemerintah terdiri dari atas :
1.    Rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, rumah sakit pemerintah daerah, rumah sakit militer, dan rumah sakit BUMN.
2.    Rumah sakit sukarela ialah rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat.
   Rumah sakit ini terdiri atas rumah sakit hak milik dan rumah sakit nirlaba.
a)    Rumah sakit hak milik adalah rumah sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba (profit).
b)   Rumah sakit nirlaba adalah rumah sakit yang berfiliasi dengan organisasi keagamaan yang pada umumnya beroperasi bukan untuk maksud membuat laba. Rumah sakit nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan laba yang diperoleh rumah sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan untuk kepentingan penderita.
b.    Klasifikasi Berdasarkan Jenis Pelayanan.
Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit terdiri atas rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
1)   Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang membari pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatri, dan  ibu hamil.
2)   Rumah sakit khusus adalah rumah sakit rumah sakit yang mamberi palayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, separti rumah sakit kenker, bersalin, psikiatri, pediatrik, mata, lepra, tuberkulosis, ketergantungan obat, rumah sakit rehabilitasi, dan penyakit kronis.
c.    Klasifikasi Berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Sakit
Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas rumah sakit perawatan jangka pendek dan jangka panjang.
1)   Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi penyakit akut dan kasus darurat, biasanya dirawat di rumah sakit kurang dari 30 hari. Rumah sakit umum pada umumnya adalah rumah sakit perawatan jangka pendek karena penderita yang dirawat adalah penderita kesakitan akut yang biasanya pulih dalam waktu kurang  dari 30 hari.
2)   Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Penderita demikian mempunyai jangka panjang, seperti kondisi psikiatri.
d.   Klasifikasi Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur.
Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai pola berikut :
1)   Kurang dari 50 tempat tidur
2)   50-90 tempat tidur
3)   100-199 tempat tidur
4)   200-299 tempat tidur
5)   300-399 tempat tidur
6)   400-499 tempat tidur
7)   500 tempat tidur
e.    Klasifikasi Berdasarkan Afiliasi Pendidikan.
Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu rumah sakit pendidikan dan rumah sakit nonpendidikan.
1.    Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan progaram pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik dan bidang spesialis lain. Dalam rumah sakit demikian, residen melakukan pelayanan atau perawatan penderita di bawah pengawasan staf medik rumah sakit.
2.    Rumah sakit nonpendidikan adalah rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas.
f.     Klasifikasi Berdasarkan Status Akreditasi
Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri dari atas rumah sakit yang telah terakreditasi dan rumah sakit yang belum terakreditasi.
Rumah sakit telah terakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.

3.    Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah
Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum kelas A, B, C, dan kelas D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan.
a.    Rumah sakit umum  kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.
b.    Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.
c.    Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d.   Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
                                                                                 
4.    Ketentuan Umum
Beberapa ketentuan yang penting dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 983/Menkes/SK/XI/1992 ialah :
a.    Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik.
b.    Rumah sakit umum pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah baik pusat, daerah, Departemen Pertahanan dan keamanan, maupun Badan Usaha Milik Negara.
c.    Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit umum pemerrintah kelas A dan B yang dipergunakan sebagai tempat pendidikan tenaga medik oleh fakultas kedokteran.
d.   Klasifikasi rumah sakit umum adalah pengelompokan rumah sakit umum berdasarkan pembedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan.
e.    Pelayanan medik spesialistik dasar adalah pelayanan medik spesialistik penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak.
f.     Pelayanan medik spesialistik luas adalah pelayanan medik spesialistik dasar di tambah dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung dan tenggorok, mata, saraf, jiwa, kulit dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, rehabilitasi medik, patologi klinis, patologi anatomi, dan pelayanan spesialistik lain sesuai dengan kebutuhan.
g.    Pelayanan medik subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di setiap subspesialistik yang ada.
h.    Rumah sakit swadana adalah rumah sakit milik pemerintah yang diberi wewenang untuk menggunakan penerimaan fungsional secara langsung.

5.    Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 806 / Menkes / SK / XII / 1987, tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta, yaitu :
a.    Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan rumah sakit berdasarkan pembedaan bertingkat dan kemampuan pelayanannya.
b.    Rumah sakit umum swasta adalah rumah sakit umum yang di selenggarakan oleh pihak swasta.
c.    Klasifikasi rumah sakit umum swasta adalah :
1)   Rumah sakit umum swasta pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum.
2)   Rumah sakit umum swasta madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum  dan spesialistik dalam 4 (empat) cabang.
3)   Rumah sakit umum swasta utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik. 











BAB III
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian di rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 547/MenKes/SK/VI/1994 dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang - undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Siregar, 2004).
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/ MenKes/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum bab IV pasal 41, instalasi merupakan fasilitas penyelenggara palayanan penunjang medis, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Instalasi Rumah Sakit meliputi instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, bedah sentral, perawatan intensif, radiologi, farmasi, gizi, patologi dan pemeliharaan sarana rumah sakit. ( Siregar, 2004).
1.    Apotek
     Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia no. 51  tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat di lakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.
2.    Gudang Farmasi
     Fungsi gudang farmasi adalah :
a.    Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Menerima, menyimpan, memelihara, dan mendistribusikan perbekalan farmasi.
b.    Menyiapkan penyusunan rencana, pencatatan pelaporan mengenai persediaan dan menggunakan perbekalan farmasi.
c.    Mengamati mutu dan khasiat obat yang di simpan.
Persyaratan ruang penyimpanan perbekalan farmasi :            
a.    Accessibility yaitu ruang penyimpanan harus mudah dan cepat di akses.
b.    Utilities yaitu ruang penyimpanan harus memiliki sumber listrik, air, AC dan fasillitas lain.
c.    Communication yaitu ruang penyimpanan itu harus memiliki alat komunikasi.
d.   Drainage yaitu ruangan penyimpanan harus berada di lingkungan baik dengan sistem pengairan yang baik pula.
e.    Size yaitu ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung barang yang ada.
f.     Security yaitu ruang penyimpanan aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan serta hewan pengganggu.
Pemeriksaan obat yang akan expire date ( ED)  atau kadaluarsa harus dilakukan dengan teliti di gudang farmasi, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaannya dan kepastian jumlah fisik obat yang penggunaannya dalam masa aman.
Tujuan penyimpanan :
a.    Memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan ( selalu ada stock persediaan).
b.    Menjamin keamanan dari kecurian dan kebakaran.
c.    Memudahkan dalam pencarian dan pengawasan persediaan barang kadaluarsa.
d.   Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
e.    Untuk melindungi obat dari resiko kerusakan.
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam penyimpanan perbekalan farmasi :
a.    Ruang penyimpanan yang tidak terkena cahaya langsung, terang, kering dan tidak panas.
b.    Lemari pendingin dengan suhu 2 - 8º C untuk perbekalan farmasi yang harus disimpan di tempat dingin.
c.    Lemari khusus untuk penyimpanan obat narkotik dan obat keras tertentu yang terkunci.
d.   Lemari atau rak penyimpanan yang cukup jumlahnya sehingga dapat menjamin terlaksananya sistem penyimpanan yang baik yaitu dengan metode FIFO (First in first out), juga perlu diperhatikan bahwa perbekalan farmasi yang memiliki batas kadaluwarsa menganut sistem masuk keluar FEFO (First expired first out), yaitu yang berkadaluwarsa pendek harus keluar dahulu.
e.    Lemari atau rak tempat penyimpanan bahan - bahan berbahaya dan mudah      terbakar yang terpisah dari perbekalan farmasi lainnya.
f.     Ruang atau tempat dan peralatan yang memungkinkan pelaksanaan pekerjaan administrasi perbekalan farmasi.
Berdasarkan  posisi penataan perbekalan farmasi, maka sistem penyimpanan  terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1.    Fixed Location
     Sistem ini sangat mudah di dalam mengatur barang, karena masing- masing item persediaan selalu di simpan dalam tempat yang sama dan di simpan dalam rak yang spesifik, rak tertutup atau dalam rak bertingkat.
2.    Fluid Location
     Dalam sistem ini, penyimpanan dibagi menjadi beberapa tempat yang dirancang. Masing- masing tempat ditandai sebuah kode. Setiap item disimpan dalam suatu tempat yang disukai pada waktu pengiriman. Sistem ini dirancang seperti hotel. Ruangan ditandai hanya ketika barang datang.
Contohnya adalah :
1)   Jika tempat sudah tidak cukup lagi, maka barang-barang lain dapat  dipindah untuk menciptakan ruangan yang baru lagi.
2)   Pelaporan sistem pengontrolan stok harus diperbaharui.
3.    Sistem Semi Fluid Location
Sistem ini merupakan kombinasi dari sistem kedua di atas. Setiap barang selalu mendapatkan tempat yang sama. Barang yang khusus diberikan tempat tersendiri.
Metode penataan perbekalan farmasi terdapat tiga jenis yang umum digunakan adalah :
a.    First In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan di belakang obat yang terdahulu.
b.    Last in First Out (LIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan didepan obat yang datang dahulu.
c.    First Expired First Out (FEFO) yaitu obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih dahulu diletakkan didepan obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih panjang.
Sistem penyimpanan barang (penataan barang datang dan tata letak dapat dibedakan berdasarkan :
a.    Sifat ledaknya
b.    Abjad
c.    Bentuk sediaan
d.   Suhu penyimpanan
e.    Sumber dana
f.     Farmakologi obat
Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk menjaga stabilitas obat yang disimpan. Beberapa hal yang harus dikontrol selama penyimpanan obat antara lain :
a.    Suhu ruangan
b.    Cahaya
c.    Kelembaban
d.   Kondisi sanitasi
e.    Ventilasi 
f.     Pemisahan suatu bentuk sediaan dari bentuk sediaan yang lain.
Persyaratan lain terkait dengan keamanan selama penyimpanan dan  kelengkapan sarana yang mendukung penyimpanan agar sesuai dengan stabilitas obat maupun undang-undang (Anonim, 2006).
Administrasi Gudang:
a.       Buku harian penerimaan barang
 b. Buku harian pengeluaran barang
 c. Surat bukti barang keluar
 d. Surat kiriman barang
 e. Pencatatan obat ED atau rusak
























BAB IV
A.    INTI PROSEDUR OPERASIONAL BAKU (POB) MINIMAL INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT Falsafah dan Tujuan
Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Tujuan pelayanan farmasi ialah :
1.      Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.
2.      Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3.      Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
4.      Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5.      Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.
6.      Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.
7.      Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
B.     Tugas Pokok & Fungsi
1.      Tugas Pokok
a.       Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b.      Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
b.      Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
c.       Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi
d.      Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
e.       Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
f.       Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
g.      Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit
2.  Fungsi
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
1)      Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
2)      Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
3)      Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
4)      Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
5)      Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku
6)      Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian
7)      Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
b.   Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
1)      Mengkaji instruksi pengobatan/ resep pasien
2)      Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan
3)      Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan
4)      Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan
5)      Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/ keluarga
6)      Memberi konseling kepada pasien/ keluarga
7)      Melakukan pencampuran obat suntik
8)      Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
9)      Melakukan penanganan obat kanker
10)  Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
11)  Melakukan pencatatan setiap kegiatan
12)  Melaporkan setiap kegiatan
C.    Administrasi dan Pengelolaan
Pelayanan diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan farmasi yang efisien dan bermutu, berdasarkan fasilitas yang ada dan standar pelayanan keprofesian yang universal.
1.      Adanya bagan organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
2.      Bagan organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali setiap tiga tahun dan diubah bila terdapat hal :
a. Perubahan pola kepegawaian
b. Perubahan standar pelayanan farmasi
c. Perubahan peran rumah sakit
d. Penambahan atau pengurangan pelayanan
3.      Kepala Instalasi Farmasi harus terlibat dalam perencanaan manajemen dan penentuan anggaran serta penggunaan sumber daya.
4.      Instalasi Farmasi harus menyelenggarakan rapat pertemuan untuk membicarakan masalah-masalah dalam peningkatan pelayanan farmasi. Hasil pertemuan tersebut disebar luaskan dan dicatat untuk disimpan.
5.      Adanya Komite/ Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit dan apoteker IFRS (Insatalasi Farmasi Rumah Sakit) menjadi sekretaris komite/ panitia.
6.      Adanya komunikasi yang tetap dengan dokter dan paramedis, serta selalu berpartisipasi dalam rapat yang membahas masalah perawatan atau rapat antar bagian atau konferensi dengan pihak lain yang mempunyai relevansi dengan farmasi.
7.      Hasil penilaian/pencatatan konduite terhadap staf didokumentasikan secara rahasia dan hanya digunakan oleh atasan yang mempunyai wewenang untuk itu.
8.      Dokumentasi yang rapi dan rinci dari pelayanan farmasi dan dilakukan evaluasi terhadap pelayanan farmasi setiap tiga tahun.
9.      Kepala Instalasi Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.
D.    Staf dan Pimpinan
Pelayanan farmasi diatur dan dikelola demi terciptanya tujuan pelayanan
1.      IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh Apoteker.
2.      Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit.
3.      Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat ijin kerja.
4.      Pada pelaksanaannya Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya Farmasi (D-3) dan Tenaga Menengah Farmasi (AA).
5.      Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi.
6.      Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian wewenang yang bertanggung jawab bila kepala farmasi berhalangan.
7.      Adanya uraian tugas job description bagi staf dan pimpinan farmasi.
8.      Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan kebutuhan.
9.      Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau tenaga farmasi lainnya, maka harus ditunjuk apoteker yang memiliki kualifikasi pendidik/ pengajar untuk mengawasi jalannya pelatihan tersebut.
10.  Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.

E.     Fasilitas dan Peralatan
Harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang dapat mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional, profesional dan etis.
1.      Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua barang farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai dengan peraturan.
2.      Tersedianya fasilitas produksi obat yang memenuhi standar.
3.      Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat.
4.      Tersedianya fasilitas pemberian informasi dan edukasi.
5.      Tersedianya fasilitas untuk penyimpanan arsip resep.
6.      Ruangan perawatan harus memiliki tempat penyimpanan obat yang baik sesuai dengan peraturan dan tata cara penyimpanan yang baik.
7.      Obat yang bersifat adiksi disimpan sedemikian rupa demi menjamin keamanan setiap staf.
F.     Kebijakan dan Prosedur
Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal dikeluarkannya peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada harus mencerminkan standar pelayanan farmasi mutakhir yang sesuai dengan peraturan dan tujuan dari pada pelayanan farmasi itu sendiri.
1.      Kriteria kebijakan dan prosedur dibuat oleh kepala instalasi, panita/ komite farmasi dan terapi serta para apoteker.
2.      Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan apoteker menganalisa secara kefarmasian. Obat adalah bahan berkhasiat dengan nama generik.
3.      Kebijakan dan prosedur yang tertulis harus mencantumkan beberapa hal berikut :
a.       Macam obat yang dapat diberikan oleh perawat atas perintah dokter
b.      Label obat yang memadai
c.       Daftar obat yang tersedia
d.      Gabungan obat parenteral dan labelnya
e.       Pencatatan dalam rekam farmasi pasien beserta dosis obat yang diberikan
f.       Pengadaan dan penggunaan obat di rumah sakit
g.      Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap, rawat jalan, karyawan dan pasien tidak mampu
h.      Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, pembuatan/ produksi, penyimpanan, pendistribusian dan penyerahan
i.        Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat dan efek samping obat bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta pencatatan penggunaan obat yang salah dan atau dikeluhkan pasien
j.        Pengawasan mutu pelayanan dan pengendalian perbekalan farmasi
k.      Pemberian konseling/informasi oleh apoteker kepada pasien maupun keluarga pasien dalam hal penggunaan dan penyimpanan obat serta berbagai aspek pengetahuan tentang obat demi meningkatkan derajat kepatuhan dalam penggunaan obat
l.        Pemantauan terapi obat (PTO) dan pengkajian penggunaan obat
m.    Apabila ada sumber daya farmasi lain disamping instalasi maka secara organisasi dibawah koordinasi instalasi farmasi
n.      Prosedur penarikan/penghapusan obat
o.      Pengaturan persediaan dan pesanan
p.      Cara pembuatan obat yang baik
q.      Penyebaran informasi mengenai obat yang bermanfaat kepada staf
r.        Masalah penyimpanan obat yang sesuai dengan pengaturan/undang-undang
s.       Pengamanan pelayanan farmasi dan penyimpanan obat harus terjamin
t.        Peracikan, penyimpanan dan pembuangan obat-obat sitotoksik
u.      Prosedur yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi terhadap staf

4.      Harus ada sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang salah dan atau mengatasi masalah obat.
5.      Kebijakan dan prosedur harus konsisten terhadap sistem pelayanan rumah sakit lainnya.
G.    Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di rumah sakit harus mempunyai kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
1.      Apoteker harus memberikan masukan kepada pimpinan dalam menyusun program pengembangan staf.
2.      Staf yang baru mengikuti program orientasi sehingga mengetahui tugas dan tanggung jawab.
3.      Adanya mekanisme untuk mengetahui kebutuhan pendidikan bagi staf.
4.      Setiap staf diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan dan program pendidikan berkelanjutan.
5.      Staf harus secara aktif dibantu untuk mengikuti program yang diadakan oleh organisasi profesi, perkumpulan dan institusi terkait.
6.      Penyelenggaraan pendidikan dan penyuluhan meliputi :
a. penggunaan obat dan penerapannya
b. pendidikan berkelanjutan bagi staf farmasi
c. praktikum farmasi bagi siswa farmasi dan pasca sarjana farmasi
H. Evaluasi dan Pengendalian Mutu
Pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi, melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit yang baik.
1.      Pelayanan farmasi dilibatkan dalam program pengendalian mutu pelayanan rumah sakit.
2.      Mutu pelayanan farmasi harus dievaluasi secara periodik terhadap konsep, kebutuhan, proses, dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan mutu pelayanan.
3.      Apoteker dilibatkan dalam merencanakan program pengendalian mutu.
4.      Kegiatan pengendalian mutu mencakup hal-hal berikut :
a.       Pemantauan : pengumpulan semua informasi yang penting yang berhubungan dengan pelayanan farmasi.
b.      Penilaian : penilaian secara berkala untuk menentukan masalah-masalah pelayanan dan berupaya untuk memperbaiki.
c.       Tindakan : bila masalah-masalah sudah dapat ditentukan maka harus diambil tindakan untuk memperbaikinya dan didokumentasi.
d.      Evaluasi : efektivitas tindakan harus dievaluasi agar dapat diterapkan dalam program jangka panjang.
e.       Umpan balik : hasil tindakan harus secara teratur diinformasikan kepada staf.