DI RUMAH SAKIT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Upaya
Kesehatan
Upaya kesehatan adalah
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan promotif,
pencegahan penyakit preventif, penyembuhan penyakit kuratif, dan
pemulihan kesehatan rehabilitatif, yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi
pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah
sakit. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan
rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan
yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi
pasien.
B. Pelayanan Farmasi
Pelayanan farmasi rumah
sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan
kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
BAB II
A.
Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang
kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan di fungsikan
oleh berbagai kesatuan personel terlatih
dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya
terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan
kesehatan yang baik (Siregar, 2004).
Sekarang ini rumah sakit adalah suatu
lembaga komunitas yang merupakan instrumen masyarakat. Ia merupakan titik fokus
untuk mengkoordinasi dan menghantarkan pelayanan penderita pada komunitasnya.
Berdasarkan hal tersebut, rumah sakit dapat di pandang sebagai suatu struktur
terorganisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan,
fasilitas diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta fasillitas fisik ke
dalam suatu sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi
masyarakat. Dulu rumah sakit di anggap hanya sebagai suatu tempat penanganan
penderita tetapi sekarang rumah sakit di anggap sebagai suatu lembaga yang giat
memperluas layanannya kepada penderita dimanapun lokasinya, misalnya rumah
sakit memberikan layanannya kepada penderita rawat inap dan ambulatori di dalam
rumah sakit itu sendiri, di klinik, di ruang gawat darurat, sentra pelayanan
darurat, praktik dokter di rumah sakit, pelayanan dalam Puskesmas, dalam klinik
komunitas, dan dalam fasilitas pelayanan yang diperluas seperti rumah rawatan (nursing home), baik yang berafiliasi
ataupun milik rumah sakit, serta di rumah penderita yang memerlukan layanan
perawatan kesehatan (Siregar, 2004).
B. Klasifikasi
Rumah Sakit
Suatu
sistem klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas,
organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, pemilik dan kapasitas tempat tidur.
Disamping itu, agar dapat mengadakan evaluasi yang lebih tepat untuk suatu
golongan rumah sakit tertentu.
Rumah
Sakit dapat diklasifikasikan derdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut :
a. Kepemilikan
b. Jenis
pelayanan
c. Lama
tinggal
d. Kapasitas
tempat tidur
e. Afiliasi
pendidikan
f. Status
akreditasi
a. Klasifikasi
Bardasarkan Kepemilikan.
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan
terdiri atas rumah sakit pemerintah. Di negara kita ini, rumah sakit pemerintah
terdiri dari atas :
1. Rumah
sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, rumah sakit
pemerintah daerah, rumah sakit militer, dan rumah sakit BUMN.
2. Rumah
sakit sukarela ialah rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat.
Rumah
sakit ini terdiri atas rumah sakit hak milik dan rumah sakit nirlaba.
a) Rumah
sakit hak milik adalah rumah sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari
laba (profit).
b) Rumah
sakit nirlaba adalah rumah sakit yang berfiliasi dengan organisasi keagamaan
yang pada umumnya beroperasi bukan untuk maksud membuat laba. Rumah sakit
nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan laba yang diperoleh rumah sakit ini
digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan
mutu pelayanan untuk kepentingan penderita.
b. Klasifikasi
Berdasarkan Jenis Pelayanan.
Berdasarkan jenis pelayanan, rumah
sakit terdiri atas rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
1) Rumah
sakit umum adalah rumah sakit yang membari pelayanan kepada berbagai penderita
dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk
berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatri,
dan ibu hamil.
2) Rumah
sakit khusus adalah rumah sakit rumah sakit yang mamberi palayanan diagnosis
dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun
non bedah, separti rumah sakit kenker, bersalin, psikiatri, pediatrik, mata,
lepra, tuberkulosis, ketergantungan obat, rumah sakit rehabilitasi, dan penyakit
kronis.
c. Klasifikasi
Berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Sakit
Berdasarkan lama tinggal, rumah
sakit terdiri atas rumah sakit perawatan jangka pendek dan jangka panjang.
1) Rumah
sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang merawat penderita selama
rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi penyakit akut
dan kasus darurat, biasanya dirawat di rumah sakit kurang dari 30 hari. Rumah
sakit umum pada umumnya adalah rumah sakit perawatan jangka pendek karena
penderita yang dirawat adalah penderita kesakitan akut yang biasanya pulih
dalam waktu kurang dari 30 hari.
2) Rumah
sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat penderita dalam
waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Penderita demikian mempunyai jangka
panjang, seperti kondisi psikiatri.
d. Klasifikasi
Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur.
Rumah sakit pada umumnya
diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai pola berikut :
1) Kurang
dari 50 tempat tidur
2) 50-90
tempat tidur
3) 100-199
tempat tidur
4) 200-299
tempat tidur
5) 300-399
tempat tidur
6) 400-499
tempat tidur
7) 500
tempat tidur
e. Klasifikasi
Berdasarkan Afiliasi Pendidikan.
Rumah sakit berdasarkan afiliasi
pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu rumah sakit pendidikan dan rumah sakit
nonpendidikan.
1. Rumah
sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan progaram pelatihan
residensi dalam medik, bedah, pediatrik dan bidang spesialis lain. Dalam rumah
sakit demikian, residen melakukan pelayanan atau perawatan penderita di bawah
pengawasan staf medik rumah sakit.
2. Rumah
sakit nonpendidikan adalah rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan
residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas.
f. Klasifikasi
Berdasarkan Status Akreditasi
Rumah sakit berdasarkan status
akreditasi terdiri dari atas rumah sakit yang telah terakreditasi dan rumah
sakit yang belum terakreditasi.
Rumah
sakit telah terakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal
oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah
sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.
3.
Klasifikasi
Rumah Sakit Umum Pemerintah
Rumah Sakit Umum
Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum kelas A,
B, C, dan kelas D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan,
ketenagaan, fisik, dan peralatan.
a. Rumah
sakit umum kelas A adalah rumah sakit
umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas
dan subspesialistik luas.
b. Rumah
sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan
subspesialistik terbatas.
c. Rumah
sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d. Rumah
sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar.
4. Ketentuan
Umum
Beberapa ketentuan yang penting dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 983/Menkes/SK/XI/1992 ialah :
a. Rumah
sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat
dasar, spesialistik dan subspesialistik.
b. Rumah
sakit umum pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah baik pusat,
daerah, Departemen Pertahanan dan keamanan, maupun Badan Usaha Milik Negara.
c. Rumah
sakit pendidikan adalah rumah sakit umum pemerrintah kelas A dan B yang
dipergunakan sebagai tempat pendidikan tenaga medik oleh fakultas kedokteran.
d. Klasifikasi
rumah sakit umum adalah pengelompokan rumah sakit umum berdasarkan pembedaan
tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan.
e. Pelayanan
medik spesialistik dasar adalah pelayanan medik spesialistik penyakit dalam,
kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak.
f. Pelayanan
medik spesialistik luas adalah pelayanan medik spesialistik dasar di tambah
dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung dan tenggorok, mata, saraf, jiwa,
kulit dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, rehabilitasi medik,
patologi klinis, patologi anatomi, dan pelayanan spesialistik lain sesuai
dengan kebutuhan.
g. Pelayanan
medik subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di setiap
subspesialistik yang ada.
h. Rumah
sakit swadana adalah rumah sakit milik pemerintah yang diberi wewenang untuk
menggunakan penerimaan fungsional secara langsung.
5. Klasifikasi
Rumah Sakit Umum Swasta
Beberapa
ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 806 /
Menkes / SK / XII / 1987, tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta, yaitu :
a. Klasifikasi
rumah sakit adalah pengelompokan rumah sakit berdasarkan pembedaan bertingkat
dan kemampuan pelayanannya.
b. Rumah
sakit umum swasta adalah rumah sakit umum yang di selenggarakan oleh pihak
swasta.
c. Klasifikasi
rumah sakit umum swasta adalah :
1) Rumah
sakit umum swasta pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum.
2) Rumah
sakit umum swasta madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 (empat) cabang.
3) Rumah
sakit umum swasta utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum,
spesialistik dan subspesialistik.
BAB III
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian di rumah sakit dibawah pimpinan
seorang apoteker sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
547/MenKes/SK/VI/1994 dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang - undangan yang berlaku, dan merupakan tempat
atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan
serta pelayanan kefarmasian (Siregar, 2004).
Menurut
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/ MenKes/SK/XI/1992 tentang pedoman
organisasi rumah sakit umum bab IV pasal 41, instalasi merupakan fasilitas
penyelenggara palayanan penunjang medis, kegiatan penelitian, pengembangan,
pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Instalasi Rumah
Sakit meliputi instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, instalasi gawat
darurat, bedah sentral, perawatan intensif, radiologi, farmasi, gizi, patologi
dan pemeliharaan sarana rumah sakit. ( Siregar, 2004).
1.
Apotek
Menurut peraturan pemerintah Republik
Indonesia no. 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat di
lakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.
2. Gudang
Farmasi
Fungsi gudang farmasi adalah :
a. Menjamin
pelayanan yang cepat dan tepat. Menerima, menyimpan, memelihara, dan
mendistribusikan perbekalan farmasi.
b. Menyiapkan
penyusunan rencana, pencatatan pelaporan mengenai persediaan dan menggunakan
perbekalan farmasi.
c. Mengamati
mutu dan khasiat obat yang di simpan.
Persyaratan
ruang penyimpanan perbekalan farmasi :
a. Accessibility
yaitu ruang penyimpanan harus mudah dan cepat di akses.
b. Utilities
yaitu ruang penyimpanan harus memiliki sumber listrik, air, AC dan fasillitas
lain.
c. Communication
yaitu ruang penyimpanan itu harus memiliki alat komunikasi.
d. Drainage
yaitu ruangan penyimpanan harus berada di lingkungan baik dengan sistem
pengairan yang baik pula.
e. Size
yaitu ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung barang
yang ada.
f. Security
yaitu ruang penyimpanan aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan serta
hewan pengganggu.
Pemeriksaan obat yang akan expire date ( ED) atau
kadaluarsa harus dilakukan dengan teliti di gudang farmasi, dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keamanan penggunaannya dan kepastian jumlah fisik obat yang
penggunaannya dalam masa aman.
Tujuan penyimpanan :
a. Memelihara
mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan ( selalu ada stock
persediaan).
b. Menjamin
keamanan dari kecurian dan kebakaran.
c. Memudahkan
dalam pencarian dan pengawasan persediaan barang kadaluarsa.
d. Menjamin
pelayanan yang cepat dan tepat.
e. Untuk
melindungi obat dari resiko kerusakan.
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam penyimpanan
perbekalan farmasi :
a. Ruang
penyimpanan yang tidak terkena cahaya langsung, terang, kering dan tidak panas.
b. Lemari
pendingin dengan suhu 2 - 8º C untuk perbekalan farmasi yang harus disimpan di
tempat dingin.
c. Lemari
khusus untuk penyimpanan obat narkotik dan obat keras tertentu yang terkunci.
d. Lemari
atau rak penyimpanan yang cukup jumlahnya sehingga dapat menjamin terlaksananya
sistem penyimpanan yang baik yaitu dengan metode FIFO (First in first
out), juga perlu diperhatikan bahwa perbekalan farmasi yang memiliki batas
kadaluwarsa menganut sistem masuk keluar FEFO (First expired first out),
yaitu yang berkadaluwarsa pendek harus keluar dahulu.
e. Lemari
atau rak tempat penyimpanan bahan - bahan berbahaya dan mudah terbakar yang terpisah dari perbekalan
farmasi lainnya.
f. Ruang
atau tempat dan peralatan yang memungkinkan pelaksanaan pekerjaan administrasi
perbekalan farmasi.
Berdasarkan posisi penataan perbekalan farmasi, maka
sistem penyimpanan terbagi menjadi 3
jenis, yaitu:
1. Fixed
Location
Sistem ini
sangat mudah di dalam mengatur barang, karena masing- masing item
persediaan selalu di simpan dalam tempat yang sama dan di simpan dalam rak yang
spesifik, rak tertutup atau dalam rak bertingkat.
2. Fluid
Location
Dalam
sistem ini, penyimpanan dibagi menjadi beberapa tempat yang dirancang. Masing-
masing tempat ditandai sebuah kode. Setiap item disimpan dalam suatu tempat
yang disukai pada waktu pengiriman.
Sistem ini dirancang seperti hotel. Ruangan ditandai hanya ketika barang datang.
Contohnya adalah :
1) Jika
tempat sudah tidak cukup lagi, maka barang-barang lain dapat dipindah untuk menciptakan ruangan yang baru
lagi.
2)
Pelaporan
sistem pengontrolan stok harus diperbaharui.
3.
Sistem Semi Fluid Location
Sistem ini merupakan kombinasi dari sistem kedua di atas.
Setiap barang selalu mendapatkan tempat yang sama. Barang yang khusus diberikan
tempat tersendiri.
Metode penataan perbekalan farmasi terdapat tiga jenis yang
umum digunakan adalah :
a. First In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan di
belakang obat yang terdahulu.
b. Last in First Out (LIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan didepan
obat yang datang dahulu.
c. First Expired First Out (FEFO) yaitu obat yang mempunyai tanggal
kadaluarsa lebih dahulu diletakkan didepan obat yang
mempunyai tanggal kadaluarsa lebih panjang.
Sistem penyimpanan barang (penataan
barang datang dan tata letak dapat dibedakan berdasarkan :
a.
Sifat ledaknya
b.
Abjad
c.
Bentuk sediaan
d.
Suhu penyimpanan
e.
Sumber dana
f.
Farmakologi obat
Pengendalian lingkungan harus
dilakukan untuk menjaga stabilitas obat yang disimpan. Beberapa hal yang harus
dikontrol selama penyimpanan obat antara lain :
a.
Suhu ruangan
b.
Cahaya
c.
Kelembaban
d.
Kondisi sanitasi
e.
Ventilasi
f.
Pemisahan suatu bentuk sediaan dari
bentuk sediaan yang lain.
Persyaratan lain terkait dengan
keamanan selama penyimpanan dan
kelengkapan sarana yang mendukung penyimpanan agar sesuai dengan
stabilitas obat maupun undang-undang (Anonim, 2006).
Administrasi Gudang:
a.
Buku harian penerimaan barang
b. Buku harian pengeluaran barang
c. Surat bukti barang keluar
d. Surat kiriman barang
e. Pencatatan obat ED atau rusak
b. Buku harian pengeluaran barang
c. Surat bukti barang keluar
d. Surat kiriman barang
e. Pencatatan obat ED atau rusak
BAB IV
A.
INTI PROSEDUR OPERASIONAL BAKU (POB) MINIMAL INSTALASI
FARMASI RUMAH SAKIT Falsafah dan Tujuan
Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh
dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.
Tujuan pelayanan farmasi ialah :
1.
Melangsungkan pelayanan
farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat
darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.
2.
Menyelenggarakan kegiatan
pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3.
Melaksanakan KIE
(Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
4.
Menjalankan pengawasan
obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5.
Melakukan dan memberi
pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.
6.
Mengawasi dan memberi
pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.
7.
Mengadakan penelitian di
bidang farmasi dan peningkatan metoda.
B.
Tugas Pokok &
Fungsi
1.
Tugas Pokok
a.
Melangsungkan pelayanan
farmasi yang optimal
b.
Menyelenggarakan kegiatan
pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
b.
Melaksanakan Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE)
c.
Memberi pelayanan bermutu
melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi
d.
Melakukan pengawasan
berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
e.
Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
f.
Mengadakan penelitian dan
pengembangan di bidang farmasi
g.
Memfasilitasi dan
mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit
2. Fungsi
a.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
1)
Memilih perbekalan farmasi
sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
2)
Merencanakan kebutuhan
perbekalan farmasi secara optimal
3)
Mengadakan perbekalan
farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang
berlaku
4)
Memproduksi perbekalan
farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
5)
Menerima perbekalan
farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku
6)
Menyimpan perbekalan
farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian
7)
Mendistribusikan
perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
b.
Pelayanan Kefarmasian
dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
1)
Mengkaji instruksi
pengobatan/ resep pasien
2)
Mengidentifikasi masalah
yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan
3)
Mencegah dan mengatasi
masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan
4)
Memantau efektifitas dan
keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan
5)
Memberikan informasi
kepada petugas kesehatan, pasien/ keluarga
6)
Memberi konseling kepada
pasien/ keluarga
7)
Melakukan pencampuran obat
suntik
8)
Melakukan penyiapan
nutrisi parenteral
9)
Melakukan penanganan obat
kanker
10) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
11) Melakukan pencatatan setiap kegiatan
12) Melaporkan setiap kegiatan
C.
Administrasi dan
Pengelolaan
Pelayanan diselenggarakan
dan diatur demi berlangsungnya pelayanan farmasi yang efisien dan bermutu,
berdasarkan fasilitas yang ada dan standar pelayanan keprofesian yang
universal.
1.
Adanya bagan organisasi
yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta
hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi yang ditetapkan
oleh pimpinan rumah sakit.
2.
Bagan organisasi dan
pembagian tugas dapat direvisi kembali setiap tiga tahun dan diubah bila
terdapat hal :
a.
Perubahan pola kepegawaian
b.
Perubahan standar pelayanan farmasi
c. Perubahan peran rumah sakit
d.
Penambahan atau pengurangan pelayanan
3.
Kepala Instalasi Farmasi
harus terlibat dalam perencanaan manajemen dan penentuan anggaran serta
penggunaan sumber daya.
4.
Instalasi Farmasi harus
menyelenggarakan rapat pertemuan untuk membicarakan masalah-masalah dalam
peningkatan pelayanan farmasi. Hasil pertemuan tersebut disebar luaskan dan
dicatat untuk disimpan.
5.
Adanya Komite/ Panitia
Farmasi dan Terapi di rumah sakit dan apoteker IFRS (Insatalasi Farmasi Rumah
Sakit) menjadi sekretaris komite/ panitia.
6.
Adanya komunikasi yang
tetap dengan dokter dan paramedis, serta selalu berpartisipasi dalam rapat yang
membahas masalah perawatan atau rapat antar bagian atau konferensi dengan pihak
lain yang mempunyai relevansi dengan farmasi.
7.
Hasil penilaian/pencatatan
konduite terhadap staf didokumentasikan secara rahasia dan hanya digunakan oleh
atasan yang mempunyai wewenang untuk itu.
8.
Dokumentasi yang rapi dan
rinci dari pelayanan farmasi dan dilakukan evaluasi terhadap pelayanan farmasi
setiap tiga tahun.
9.
Kepala Instalasi Farmasi
harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan
dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.
D.
Staf dan Pimpinan
Pelayanan farmasi diatur dan dikelola demi terciptanya tujuan
pelayanan
1.
IFRS (Instalasi Farmasi
Rumah Sakit) dipimpin oleh Apoteker.
2.
Pelayanan farmasi diselenggarakan
dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di
bagian farmasi rumah sakit.
3.
Apoteker telah terdaftar
di Depkes dan mempunyai surat ijin kerja.
4.
Pada pelaksanaannya
Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya Farmasi (D-3) dan Tenaga Menengah
Farmasi (AA).
5.
Kepala Instalasi Farmasi
bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi
baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi.
6.
Setiap saat harus ada
apoteker di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan mengawasi pelayanan
farmasi dan harus ada pendelegasian wewenang yang bertanggung jawab bila kepala
farmasi berhalangan.
7.
Adanya uraian tugas job
description bagi staf dan pimpinan farmasi.
8.
Adanya staf farmasi yang
jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan kebutuhan.
9.
Apabila ada pelatihan
kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau tenaga farmasi lainnya, maka
harus ditunjuk apoteker yang memiliki kualifikasi pendidik/ pengajar untuk
mengawasi jalannya pelatihan tersebut.
10. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang
terkait dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan
kerja yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.
E.
Fasilitas dan
Peralatan
Harus tersedia ruangan, peralatan
dan fasilitas lain yang dapat mendukung administrasi, profesionalisme dan
fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan
farmasi yang fungsional, profesional dan etis.
1.
Tersedianya fasilitas
penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua barang farmasi tetap dalam
kondisi yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan spesifikasi
masing-masing barang farmasi dan sesuai dengan peraturan.
2.
Tersedianya fasilitas
produksi obat yang memenuhi standar.
3.
Tersedianya fasilitas
untuk pendistribusian obat.
4.
Tersedianya fasilitas
pemberian informasi dan edukasi.
5.
Tersedianya fasilitas
untuk penyimpanan arsip resep.
6.
Ruangan perawatan harus
memiliki tempat penyimpanan obat yang baik sesuai dengan peraturan dan tata
cara penyimpanan yang baik.
7.
Obat yang bersifat adiksi
disimpan sedemikian rupa demi menjamin keamanan setiap staf.
F.
Kebijakan dan
Prosedur
Semua kebijakan dan
prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal dikeluarkannya
peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada harus mencerminkan standar
pelayanan farmasi mutakhir yang sesuai dengan peraturan dan tujuan dari pada
pelayanan farmasi itu sendiri.
1.
Kriteria kebijakan dan
prosedur dibuat oleh kepala instalasi, panita/ komite farmasi dan terapi serta
para apoteker.
2.
Obat hanya dapat diberikan
setelah mendapat pesanan dari dokter dan apoteker menganalisa secara
kefarmasian. Obat adalah bahan berkhasiat dengan nama generik.
3.
Kebijakan dan prosedur
yang tertulis harus mencantumkan beberapa hal berikut :
a.
Macam obat yang dapat
diberikan oleh perawat atas perintah dokter
b.
Label obat yang memadai
c.
Daftar obat yang tersedia
d.
Gabungan obat parenteral
dan labelnya
e.
Pencatatan dalam rekam
farmasi pasien beserta dosis obat yang diberikan
f.
Pengadaan dan penggunaan
obat di rumah sakit
g.
Pelayanan perbekalan
farmasi untuk pasien rawat inap, rawat jalan, karyawan dan pasien tidak mampu
h.
Pengelolaan perbekalan
farmasi yang meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, pembuatan/ produksi,
penyimpanan, pendistribusian dan penyerahan
i.
Pencatatan, pelaporan dan
pengarsipan mengenai pemakaian obat dan efek samping obat bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta pencatatan penggunaan obat yang salah dan atau
dikeluhkan pasien
j.
Pengawasan mutu pelayanan
dan pengendalian perbekalan farmasi
k.
Pemberian
konseling/informasi oleh apoteker kepada pasien maupun keluarga pasien dalam
hal penggunaan dan penyimpanan obat serta berbagai aspek pengetahuan tentang
obat demi meningkatkan derajat kepatuhan dalam penggunaan obat
l.
Pemantauan terapi obat
(PTO) dan pengkajian penggunaan obat
m.
Apabila ada sumber daya
farmasi lain disamping instalasi maka secara organisasi dibawah koordinasi
instalasi farmasi
n.
Prosedur
penarikan/penghapusan obat
o.
Pengaturan persediaan dan
pesanan
p.
Cara pembuatan obat yang
baik
q.
Penyebaran informasi
mengenai obat yang bermanfaat kepada staf
r.
Masalah penyimpanan obat
yang sesuai dengan pengaturan/undang-undang
s.
Pengamanan pelayanan
farmasi dan penyimpanan obat harus terjamin
t.
Peracikan, penyimpanan dan
pembuangan obat-obat sitotoksik
u.
Prosedur yang harus
ditaati bila terjadi kontaminasi terhadap staf
4. Harus ada sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang
salah dan atau mengatasi masalah obat.
5. Kebijakan dan prosedur harus konsisten terhadap sistem pelayanan
rumah sakit lainnya.
G.
Pengembangan Staf dan
Program Pendidikan
Setiap staf di rumah sakit
harus mempunyai kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
1. Apoteker harus memberikan masukan kepada pimpinan dalam menyusun
program pengembangan staf.
2. Staf yang baru mengikuti program orientasi sehingga mengetahui
tugas dan tanggung jawab.
3. Adanya mekanisme untuk mengetahui kebutuhan pendidikan bagi
staf.
4. Setiap staf diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan dan program pendidikan berkelanjutan.
5. Staf harus secara aktif dibantu untuk mengikuti program yang
diadakan oleh organisasi profesi, perkumpulan dan institusi terkait.
6. Penyelenggaraan pendidikan dan penyuluhan meliputi :
a.
penggunaan obat dan penerapannya
b.
pendidikan berkelanjutan bagi staf farmasi
c.
praktikum farmasi bagi siswa farmasi dan pasca sarjana farmasi
H. Evaluasi dan Pengendalian Mutu
Pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi,
melalui cara pelayanan farmasi rumah
sakit yang baik.
1. Pelayanan farmasi dilibatkan dalam program pengendalian mutu
pelayanan rumah sakit.
2. Mutu pelayanan farmasi harus dievaluasi secara periodik terhadap
konsep, kebutuhan, proses, dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan
mutu pelayanan.
3. Apoteker dilibatkan dalam merencanakan program pengendalian
mutu.
4. Kegiatan pengendalian mutu mencakup hal-hal berikut :
a.
Pemantauan : pengumpulan
semua informasi yang penting yang berhubungan dengan pelayanan farmasi.
b.
Penilaian : penilaian
secara berkala untuk menentukan masalah-masalah pelayanan dan berupaya untuk
memperbaiki.
c.
Tindakan : bila
masalah-masalah sudah dapat ditentukan maka harus diambil tindakan untuk
memperbaikinya dan didokumentasi.
d.
Evaluasi : efektivitas
tindakan harus dievaluasi agar dapat diterapkan dalam program jangka panjang.
e.
Umpan balik : hasil
tindakan harus secara teratur diinformasikan kepada staf.